"AKU CINTA LOMBOK BARAT" LOMBOK BARAT MAJU, MANDIRI DAN BERMARTABAT MENUJU LOMBOK BARAT BANGKIT

Wayang Sasak


 

MESKIPUN harus bersaing dengan tayangan hiburan di televisi hingga pentas musik, pagelaran wayang kulit masih menjadi tontonan yang menarik dan ditunggu-tunggu bagi sebagian besar masyarakat di pulau Lombok, NTB. Mereka bahkan rela begadang hingga pagi untuk menikmati kisah-kisah pewayangan.
Sayang, kepedulian para pihak yang tidak mendukung proses regenerasi, membuat sulit menemukan bibit-bibit dalang; orang paling ”penting” dalam sebuah pagelaran wayang kulit.
Sebagai dalang wayang kulit, nama Lalu Nasip sangat dikenal di pulau Lombok, dan NTB pada umumnya. Mulai dari pedesaan di pelosok Lombok Timur, hingga di keramaian Kota Mataram, Lalu Nasip bukan nama yang asing bagi masyarakat termasuk sopir taksi dan pengojek. Itu juga yang membuat sangat mudah menemukan kediamannya di Dusun Perigi, Desa Gerung Selatan, Kecamatan Gerung, Lombok Barat.

Lalu nasip, Dalang Wayang Sasak

Lalu nasip, Dalang Pelestari Wayang Sasak
Sejak tahun 1980-an nama Lalu Nasip makin dikenal luas. Beberapa kali ia pentas di TMII, hingga di Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua.
Sejumlah pihak pun ingin belajar. Sebut saja seorang mahasiswi Jepang bernama Masumi yang belajar selama tiga bulan di tahun 1992. Selama itu, ia hanya mempelajari Anta Wacana, atau kalimat ucapan yang dilantunkan dalang sebelum wayang keluar.
Nasip juga menjadi salah satu tokoh seni yang ditulis dalam buku ”Perjalanan Kesenian Indonesia Sejak Kemerdekaan; Perubahan dalam Perwujudan, Isu, dan Profesi” yang ditulis oleh Philips Yamspolsky, sebagai hadiah Ultah Ford Foundation ke 50, terbitan tahun 2003.
”Sampai sekarang, ada juga pecinta wayang Dr Walter Angz, dari Jerman. Dia dokter hewan, tapi punya koleksi perangkat wayang. Masih sering datang setiap bulan Januari,” katanya.
Meski wayang Sasak masih bisa lestari dan nama besar sebagai dalag sudah dimilikinya, Nasip mengaku masih ada ganjalan. Ia khawatir wayang Sasak bakal punah, kelak jika ia sudah tak lagi mendalang.
”Kalau di Jawa dan Bali itu, anak-anak bisa mengenal wayang sejak kecil. Dari nama-nama jalan, nama toko, dan nama bus, banyak yang nama wayang. Di Lombok ini tidak ada. Anak-anak baru mengenal wayang kalau ada tontonan wayang,” katanya.
Ia berharap wayang Sasak bisa dimasukkan dalam pelajaran muatan lokal. Ia juga berharap Pemda agar memikirkan membangun sekolah kesenian, yang didalamnya mengajarkan seni pewayangan.
Nasip mengatakan, di Jawa dan Bali, anak-anak yang punya bakat seni pewayangan bisa mudah mendapatkan sekolah seni, karena tersedia mulai yang setingkat SMP hingga SLTA.
”Di Lombok ini tidak ada sekolah seni. Anak yang punya bakat seni akhirnya melanjutkan sekolah ke Bali atau Jawa, tapi yang dipelajari ya kesenian Bali dan Jawa, ketika kembali ke Lombok mereka justru mahir menari Bali dan Tari Jawa. Begitu juga wayang, di Jawa dan Bali tidak ada pelajaran pakem wayang Sasak,” katanya. Program visit Lombok Sumbawa 2010 dan program wisata lainnya di NTB, menurut Nasip hanya sia-sia jika potensi yang ada tidak dilestarikan.
”Pemda promosi ke sana kemari hanya buang anggaran. Nanti mereka bilang di Lombok ada wayang sebagai kebudayaannya, tapi wisatawan pasti kecewa kalau datang ternyata wayang hampir punah,” keluhnya. Nasip memiliki enam orang anak dan enam orang cucu. Hanya satu cucunya yang punya bakat mendalang.
Bagi Lalu Nasip, wayang kulit bukan hanya sekadar pertunjukan kesenian semata. Menurut anggota Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (Senawangi) ini, wayang kulit sarat dengan makna dan pesan moral.
Di dalam “Srat Menak” misalnya, ada pelajaran tentang kepemimpinan, tentang membina hubungan harmonis dalam keluarga, dan tentang pemerintahan. Menurutnya, semua pelajaran hidup ini ada di kisah wayang, apalagi tentang tata Negara, lengkap di sana .
Wayang ini ibarat miniatur kehidupan, papar Nasip. Apa yang ada di dunia ada dalam wayang. Bagaimana Tuhan mengatur kehidupan manusia, dan manusia menjalani takdir Tuhan, begitu juga wayang, dalang mengatur lakon wayang, dan wayang mengikuti aturan kehendak dalang.
“Sehebat apapun tokoh wayang, jika dalang tidak mengeluarkannya dalam pertunjukan maka tokoh itu hanya terkurung di peti saja. Begitu juga manusia, sehebat apapun dia, selalu saja akan tunduk pada aturan Tuhan,”katanya.
Nama besar Nasip juga pernah dilirik sebuah Parpol untuk menjadi calon DPR RI dalam Pemilu 2009 lalu. Ia juga pernah diminta mewakili salah satu calon Kepala Daerah di sebuah daerah Kabupaten di NTB dalam musim pilkada tahun 2010 lalu.
“Tapi saya menolak, saya ingin menjadi milik semua orang. Dengan menjadi dalang wayang, saya menjadi milik semua mulai dari pejabat sampai ke kaum miskin. Lagipula jadi rakyat kan tak akan pernah jadi mantan rakyat, kalau jadi pejabat pasti jadi mantan pejabat,” katanya.
Cerita Lalu Nasip menyadarkan kita bahwa ada banyak peninggalan seni dan budaya di Indonesia, termasuk di Lombok, sekaligus menyadarkan kita bahwa belum banyak yang serius untuk pelestariannya.