Seruling meski kecil dan sederhana, tapi sudah bersejarah 7.000 tahun. Kira-kira 4.500 tahun lebih yang lalu, seruling yang tadinya terbuat dari tulang diubah menjadi terbuat dari bambu. Pada zaman Kaisar Wudi Dinasti Han abad ke-1 sebelum Masehi, seruling menempati posisi cukup penting dalam musik tabuh dan tiup pada waktu itu. Sampai abad ke-10, sejalan dengan bangkitnya sajak Dinasti Song dan balada Dinasti Yuan, seruling menjadi instrumen utama untuk mengiringi dendang sajak dan balada. Sedang dalam opera dan balada rakyat serta sejumlah kecil opera etnis minoritas, seruling juga merupakan instrumen yang tak bisa kurang.
Seruling memiliki daya ekspresi yang sangat kuat, selain bisa memainkan irama yang panjang dan tinggi, dapat pula mengkespresikan gaya yang luas serta memainkan wals yang riang dan nada lagu yang merdu.
Seruling daerah Tiongkok selatan bergaya jernih, lembut, bulat dan merdu mendayu-dayu. Seruling yang populer di daerah Tiongkok utara memiliki warna suara yang terang dan tinggi dan gaya yang lepas bebas.
Daerah asal permainan ini dan penyebarannya secara kronologis di wilayah nusantara belum diketahui secara pasti. Data sejarah berupa naskah-naskah kuno maupun data arkeologi, baik artefak maupun non artefak tentang permainan ini belum ditemukan, hingga sulit untuk mengungkap sejarah dan penyebaran permainan gasing di wilayah nusantara secara pasti.
Di beberapa daerah Indonesia, permainan ini disebut dengan istilah yang berbeda, seperti permainan Gangsing atau Panggal (Jakarta dan Jawa Barat), permainan Pukang (Lampung) permainan Gasing (Jambi, Bengkulu Tanjungpinang, dan wilayah kepulauan Riau, Sumatra Barat) permainan Begasing (Kalimantan Timur), permainan Megangsing (Bali), permainan Maggasing (Nusatenggara Barat), permainan Apiong (Maluku).